Sunday, March 27, 2022

KEBIJAKAN KOMUNIKASI DI BIDANG MEDIA CETAK 2

 




Masa Orde Lama

Adanya masa perkembangan pers di Indonesia, yakni demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Kehidupan pers pada masa liberal berhubungan dengan sistem pemerintahan parlementer dengan paham liberal yang mempengaruhi kebebasan dalam pers. Pers memiliki kehidupan sebagai alat komunikasi politik dan dipandu dalam aturan SIUPP. Kebebasan pers ini membuat setiap orang yang memiliki dana dapat mencetak dan menerbitkan suatu berita. Dengan kebebasan yang terlalu meluas membuat pers menjadi fleksibel dan terbawa dalam arus politik, hal ini mempengaruhi stabilitas politik Indonesia yang menjadi kacau dengan isi saling menjatuhkan hingga penggunaan kata tidak sesuai. Selain itu, terdapat perkembangan pers dalam demokrasi terpimpin, dimana adanya dekrit presiden oleh presiden Soekarno sebagai jalan keluar untuk menertibkan pers. Hal ini ditandai dengan munculnya SIC dan SIT, beserta pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Dengan kehadiran berbagai aturan tersebut mengekang pers, sehingga bagi yang melanggar kebijakan akan dikenakan denda ataupun berdampak hingga pembredelan (Akhmad, 2014, h. 62). Hal tersebut menunjukkan adanya pemerintahan yang otoriter dan berhasil menyetir perputaran pers, sehingga banyak memuat hal berbau politik guna mendukung satu pihak melalui monopoli sumber berita.

Masa Orde Baru

Pada masa ini mengalami kemajuan dalam perkembangan pers yang mendapatkan kebebasan dan bertanggung jawab atas fungsinya melalui pembentukan beberapa regulasi, seperti Undang Undang No. 11 Tahun 1966 tentang Prinsip-prinsip Dasar Pers (Hill, 2011, h.34- 35). Kehidupan pers dalam masa ini wajib memiliki SIC dan SIT yang nantinya akan diberikan oleh pihak militer. Dalam hal ini diberlakukannya sensor, dimana setiap percetakan dan penerbitan harus melalui pemerintah sebagai pemberi izin. Hal tersebut membuat masa orde baru ini pers tidak memiliki transparansi, dikarenakan berita terkait pemerintah yang bersifat negatif tidak akan diberikan izin. Kegiatan sensor yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk mempertahankan kekuasaannya dan menjaga pola pikir masyarakat agar tetap memiliki kepercayaan pada pemerintah. Kebebasan pers yang ada mulai diberhentikan pada saat 1978 terkait protes masyarakat golongan mahasiswa terkait pembangunan pemerintahan yang didalamnya berkaitan dengan investor asing. Pers yang memberitakan hal tersebut secara tidak langsung membuka hal negatif pemerintah, dengan itu memicu terjadinya pembredelan dari KOPKAMTIB atas pencabutan izin surat kabar, pers mahasiswa, dan menahan beberapa mahasiswa (Hill, 2011, h. 39).

Masa Reformasi

Era reformasi di Indonesia dimulai sejak bulan Mei 1998 yang sekaligus menjadi saksi berakhirnya kepemimpinan Presiden Republik Indonesia kedua yaitu Soeharto. Era reformasi disebabkan oleh krisis moneter pada tahun 1997. Gerakan reformasi ini memberikan banyak perubahan dalam dunia pers di Indonesia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pers Indonesia yang pada awalnya takut untuk menyinggung pemerintahan pada rezim Soeharto kemudian menjadi ikut mendorong adanya gerakan reformasi. Faktor utamanya yaitu krisis ekonomi yang juga menghantam industri pers. Penyediaan kertas koran pun dimonopoli oleh perusahaan koloni Soeharto yang menjadikan industri pers semakin terhimpit dengan keadaan.

Di era reformasi, izin penerbitan surat kabar dan majalah menjadi mudah. Izin penerbitan pada masa ini harus memenuhi tiga syarat yaitu Surat Bukti Pendirian Perusahaan Penerbitan yang pada sebelumnya izin penerbitan harus memenuhi 14 syarat. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dihapuskan pada era ini. Departemen Penerangan yang memiliki kekuatan besar pada masa orde baru untuk menekan dan mengatur pers dihapuskan sebagai upaya untuk mewujudkan kebebasan pers. Dengan dihapusnya departemen tersebut, pers dapat lebih leluasa untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik mereka. Selain itu, telah adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di dalam Undang-Undang ini dijelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Studi Kasus

Suara Merdeka di Semarang

Masa Orde Lama

Pada awalnya surat kabar Suara Merdeka bernama Soeloeh Rakjat. Pada masa Orde Lama Suara Merdeka telah menghadapi berbagai tantangan seperti misalnya pada ketersediaan kertas yang masih langka. Hal demikian dialami karena pada saat itu kondisi kertas dalam negeri masih sangat mahal dan harus melakukan impor dari luar negeri dengan biaya yang tidak murah. Pada Februari 1965 , pemerintah mengeluarkan peraturan pencabutan izin terbit terhadap surat kabar yang pro terhadap BPS. Hetami sebagai pemimpin dan pemilik perusahaan tersebut lebih bekerjasama dengan tentara. Suara Merdeka juga sempat mengalami pergantian nama menjadi Berita Yudha. Pergantian nama surat kabar Suara Merdeka menjadi Berita Yudha hanya bertahan hingga 11 Juni 1966 dan berganti nama kembali menjadi Suara Merdeka.

Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru dunia pers telah mendapatkan angin segar dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers. Dalam Undang-undang tersebut mengemukakan tentang fungsi dan kewajiban pers serta pada pasal 4 disebutkan mengenai pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembredelan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu peraturan tersebut perlahan berubah dengan semakin mempersulit kehidupan pers pada masa Orde Baru. Pemerintah mengeluarkan peraturan baru yakni Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang harus dipunyai oleh setiap perusahaan pers. Tujuan dari dibentuknya peraturan ini adalah agar pemerintah dapat mengontrol dan mengawasi kehidupan pers pada masa itu. Suara Merdeka pada Orde Lama lebih sering melakukan penerbitan surat kabar berconding kepada pemerintah. Namun, pada saat terjadi pemilu banyak surat kabar yang mengabarkan terkait dengan partai lain dan hanya Suara Merdeka yang tidak melakukan hal tersebut. Suara Merdeka hanya memberitakan berita perpolitikan di Indonesia agar masyarakat tidak buta informasi dan mengetahui suasana perpolitikan di Indonesia.

Masa Reformasi

Pada masa reformasi Suara Merdeka mengalami penurunan penjualan yang disebabkan oleh adanya krisis moneter. Budi Santoso sebagai pemimpin Suara Merdeka pada saat itu telah melakukan beberapa terobosan agar dapat bertahan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk tetap bertahan seperti misalnya tetap tampil dalam kondisi yang segar dan mengganti motto perusahaan. Motto Suara Merdeka dari “Independen, Objektif Tanpa Prasangka” menjadi “Perekat Komunitas Jawa Tengah.” Adanya pergantian motto tersebut dengan tujuan dapat mempertahankan dan meningkatkan eksistensi surat kabar Suara Merdeka. Terobosan yang telah dilakukan oleh Budi Santoso telah membuahkan hasil. Hal ini ditandai dengan Suara Merdeka menjadi terkenal di kalangan pembaca dan mendapatkan penghargaan sebagai koran terbaik pada 11 Februari 2007, versi Cakram Award.

Daftar Pustaka

Buku

Akhmad. (2014). Perbandingan sistem pers dan sistem pers di Indonesia. Surabaya: Lutfansah Mediatama.

Hill, D.T. (2011). Pers di masa orde baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Jurnal

Zulianto, Atmaja, Suharso. (2016). Perkembangan persurat kabaran suara merdeka di semarang tahun 1950-2005. Journal of Indonesia History, 5(1), 1-9.

"Pengetahuan menciptakan kebisingan. Pemahaman menciptakan keheningan. Kebijaksanaan menciptakan kedamaian." - Sven Schnieders

0 Comments:

Post a Comment

"Ikan Hiu Sudah Jatuh Ketimpa Batu Bata

Makasih Sudah Mengunjungi Website Kita"

Contact Us

Phone :

089512325200

Address :

Jl. Babarsari No.44, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Kab Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta

Email :

Ariel.rph@gmail.com