Sunday, May 22, 2022

DEKLARASI GENEVA (KOMITMEN WSIS: WORLD SUMMIT INFORMATION SOCIETY) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

 


Sejarah WSIS (World Summit Information Society)

World Summit Information Society (WSIS) merupakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahunan terbesar yang diadakan oleh komunitas teknologi informasi dan komunikasi dengan membahas isu, trend, evolusi, dan tantangan era digital. Tokoh-tokoh yang menghadiri forum tersebut yaitu para pemangku kepentingan terkait bidang teknologi informasi dan komunikasi dari berbagai negara di dunia, yaitu pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, akademisi, komunitas dan organisasi. WSIS ini diselenggarakan oleh International Telecommunication Union (ITU), United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) (Kominfo RI, 2020).

WSIS pertama kali diselenggarakan di Geneva, Swiss pada 10 hingga 12 Desember 2003. Tujuan dari diselenggarakan WSIS ini untuk membangun masyarakat yang terpusat, inklusif, dan berorientasi pada pembangunan. Dengan diselenggarakan WSIS ini diharapkan seluruh masyarakat dapat menggunakan, mengakses, menciptakan, serta berbagi informasi dan pengetahuan. Hal ini didasarkan pada tujuan dan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan BangsaBangsa (PBB) serta menghormati dan menjunjung tinggi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Kemudian pada 16 hingga 18 November 2005 diselenggarakan WSIS II di Tunis, Tunisia. Pada WSIS II ini membahas mengenai pengulangan pernyataan dukungan tegas kita terhadap Deklarasi Prinsip-Prinsip Geneva dan Rencana Aksi yang diangkat pada WSIS I. Kemudian menegaskan ulang terkait paragraf 4, 5, dan 55 Deklarasi Prinsip-Prinsip Geneva. Dalam hal kebebasan berekspresi dan arus bebas informasi, gagasan-gagasan, dan pengetahuan, sangatlah penting bagi masyarakat informasi dan bermanfaat untuk pengembangan (WSIS, 2005: 62).

Dari WSIS I di Geneva, Swiss 2003 menghasilkan 2 dokumen yang disepakati dan dari WSIS II di Tunis, Tunisia 2005 juga menghasilkan 2 dokumen yang disepakati. Dokumen yang disepakati WSIS I adalah Deklarasi Prinsip-prinsip (Geneva Declaration of Principles) dan Rencana Aksi (Geneva Plan of Action). Sedangkan, dokumen yang disepakati WSIS II ialah Pernyataan/Komitmen Politis (Tunis Commitment) dan Agenda untuk Mewujudkan Masyarakat Informasi (Tunis Agenda for the Information Society).

Pada 2015, ditargetkan terwujudnya ICT literacy (kemampuan TIK) pada 50% penduduk dunia dan 100% pada 2025. Dalam mewujudkan target tersebut, maka dibentuklah Plan of Action WSIS dengan mengumpulkan semua negara anggota untuk hadir dan menuangkan gagasannya (Siswanto, 2012: 82).

Prinsip-Prinsip Deklarasi Geneva

Prinsip Deklarasi Geneva merupakan dokumen yang dikeluarkan dan disepakati oleh WSIS (World Summit Information Society) di Geneva, Swiss pada 10 hingga 12 Desember 2003. Dokumen ini disepakati oleh para perwakilan dari setiap negara di dunia yang saat itu melakukan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) dengan judul “Membangun Masyarakat Informasi: suatu tantangan global dalam Milenium baru”. WSIS berusaha untuk membangun masyarakat informasi yang terpusat pada manusia, inklusif dan berorientasi pada pengembangan, di mana semua orang dapat menciptakan, mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi dan pengetahuan.

Tantangan dalam melaksanakan prinsip ini adalah mengendalikan potensi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mempromosikan tujuan-tujuan pembangunan sesuai dengan Deklarasi Milenium. Dalam sidang KTT tersebut juga ditegaskan bahwa keuniversalan, keutuhan, saling ketergantungan dan keterkaitan semua hak asasi manusia serta kebebasan fundamental, termasuk hak untuk berkembang. Lalu, ada pernyataan bahwa komitmen terhadap pencapaian pembangunan berkesinambungan dan tujuan pembangunan telah disepakati bersama, seperti yang tercantum di dalam Deklarasi dan Rencana Pelaksanaan Johannesburg dan Konsensus Monterrey, serta hasil-hasil dari KTT PBB yang relevan (Moedjiono, dkk., 2015:17)

Semua orang memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapatnya, bahwa hak ini mencakup kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan berbicara seperti tertuang dalam Artikel 19 Deklarasi HAM sedunia. Lalu, ada penegasan terhadap Artikel 29 HAM Sedunia bahwa setiap orang memiliki kewajiban terhadap komunitas dimana pengembangan pribadi mereka secara penuh dan bebas. Semua pihak yang hadir juga setuju bahwa pengetahuan memiliki peran utama dalam pembangunan masyarakat informasi. Lewat pengetahuan ini, masyarakat membangun teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sepenuhnya dapat membuka kesempatan-kesempatan baru dalam mencapai tingkat ke kemajuan yang lebih tinggi. Perlu disadari pula, TIK selayaknya dianggap sebagai sarana dan bukan sebagai tujuan (Moedjiono, dkk., 2015:18)

Komitmen yang dibangun melalui deklarasi ini dilakukan untuk mengubah kesenjangan digital menjadi peluang digital untuk semua orang dan juga merealisasikan visi bersama terhadap masyarakat informasi untuk diri sendiri dan generasi mendatang. Perkembangan TIK ini juga menyediakan peluang besar bagi perempuan, yang seharusnya menjadi bagian dari integral serta pemeran kunci dalam masyarakat informasi sehingga mampu memberdayakan perempuan dan perannya didasarkan persamaan hak dalam semua lingkungan masyarakat dan setiap proses mengambil keputusan (Moedjiono, dkk., 2015:19).

Masyarakat informasi juga harus membangun perhatian khusus kepada kelompok masyarakat yang terpinggirkan dan lemah, termasuk para imigran, pelarian dalam pengasingan, pengungsi, pengangguran dan orang-orang yang berkekurangan, minoritas, dan para pengembara serta kebutuhan orang lansia dan cacat. Pemberdayaan terhadap orang miskin diperlukan agar dapat mengakses informasi dan menggunakan TIK guna mendukung usahausaha mereka (Moedjiono, dkk., 2015:2-3)

Kebutuhan teknologi kepada negara-negara berkembang juga mendapat perhatian istimewa dalam sidang tersebut. Solidaritas yang inklusif diperlukan untuk membangun solidaritas yang baru, kemitraan dan kerjasama antar pemerintah dan semua yang berkepentingan, seperti pihak swasta, masyarakat sipil, dan organisasi-organisasi internasional. Pada bagian akhir tidak ada satupun dalam deklarasi tersebut yang harus ditafsirkan sebagai hal mengganggu, menentang, melarang, atau menghina ketetapan Piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan Deklarasi HAM (Hak Asasi Manusia) sedunia, perangkat hukum internasional lainnya, atau hukum nasional yang didasari perangkat hukum tersebut (Moedjiono, dkk., 2015:20).

Dalam prinsip Geneva terdapat beberapa prinsip utama, yakni (Moedjiono, dkk., 2015:21-29):

a. Peran pemerintah dan semua pemangku kepentingan dalam mempromosikan TIK untuk pembangunan: Pemerintah, sektor swasta, masyarakat, PBB dan organisasi internasional lainnya mempunyai tanggung jawab penting dalam pengembangan masyarakat informasi

b. Infrastruktur informasi dan komunikasi: Konektivitas adalah agen pendukung utama dalam membangun Masyarakat Informasi. Infrastruktur, aplikasi jaringan informasi dan komunikasi yang berkembang baik harus disesuaikan dengan kondisi regional, nasional, dan lokal, mudah diakses dan terjangkau. Selain itu, kebijakan TIK haruslah menguntungkan bagi stabilitas, prediktabilitas, dan persaingan di semua tingkatan.

c. Akses ke informasi dan pengetahuan: Semua orang dapat mengakses dan menyumbangkan informasi, pengetahuan, dan ide dalam masyarakat informasi yang inklusif sehingga dapat memunculkan manfaat bagi masyarakat seperti masyarakat yang terdidik, pekerjaan baru, inovasi, peluang bisnis, dan kemajuan ilmu pengetahuan.

d. Peningkatan kapasitas: Setiap orang berkesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk memahami, berpartisipasi aktif, dan mendapatkan manfaat penuh dari TIK karena berdampak pada peningkatan sumber daya manusia dan mencapai pendidikan universal di seluruh dunia.

e. Membangun kepercayaan dan keamanan dalam penggunaan TIK: Hal ini termasuk keamanan jaringan dan informasi, privasi. Selain itu, mencegah juga potensi penggunaan TIK untuk tujuan yang tidak pantas, seperti kriminal dan teroris dengan meningkatkan budaya keamanan siber. Spam merupakan permasalahan yang signifikan bagi para pengguna, jaringan, dan internet secara keseluruhan.

f. Lingkungan yang mendukung: Sangat penting untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial dari berkembangnya TIK. Yang dimaksud adalah lingkungan hukum, peraturan serta kebijakan yang diciptakan oleh pemerintahan yang jauh dari diskriminasi. TIK harus digunakan sebagai alat penting untuk pemerintahan yang baik

g. Aplikasi TIK: Penggunaan dan penyebaran TIK harus bisa memberi manfaat bagi setiap aspek kehidupan masyarakat sehari-hari sehingga bisa dikatakan, pemanfaatan TIK ini juga penting bagi bidang pemerintahan, kesehatan, pendidikan, pelatihan, pekerjaan, bisnis, pertanian, transportasi, dan lainnya. Aplikasi ini harus dapat diakses oleh semua segmen masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan lokal dalam bahasa dan budaya setempat, serta mendukung pembangunan TIK yang berkelanjutan.

h. Keanekaragaman budaya dan identitas, keragaman bahasa dan muatan lokal: Masyarakat informasi harus dibangun dan mendorong identitas budaya, keragaman budaya, bahasa, tradisi, agama, dan mendorong dialog antar budaya dan peradaban karena ini merupakan warisan bersama umat manusia. Masyarakat Informasi harus memanfaatkan dan melestarikan warisan budaya untuk masa depan dengan semua metode yang tepat, termasuk digitalisasi.

i. Media: Berprinsip dan berpegang pada kebebasan pers, kebebasan informasi, serta prinsip-prinsip independensi, pluralisme, dan keragaman media penting bagi masyarakat informasi sehingga kepemilikan dari media sesuai dengan standar etika dan profesionalitas yang tinggi.

j. Dimensi Etika Masyarakat Informasi: Harus dapat menghormati perdamaian dan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar kebebasan, kesetaraan, toleransi, solidaritas, tanggung jawab bersama serta penghargaan terhadap alam. Dalam pembuatan konten harus menghormati hak asasi manusia dan kebebasan mendasar orang lain, termasuk privasi pribadi, serta hak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan beragama. Semua aktor masyarakat informasi juga harus dapat mengambil tindakan dalam pencegahan terhadap tindakan rasisme, diskriminasi, intoleransi, kebencian, kekerasan, pronografi, dan eksploitasi manusia.

k. Kerjasama internasional dan regional: Untuk mencapai masyarakat informasi yang bersifat global perlu adanya kerjasama internasional dan regional yang efektif antara semua pihak yang terlibat, seperti pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan lembaga internasional. Untuk menjembatani kesenjangan digital, mempromosikan TIK, menciptakan peluang digital, dan memanfaatkan potensi dari TIK diperlukan komitmen terhadap pelaksanaan rencana aksi. Bantuan terhadap negara-negara yang berkembang juga diperlukan.

Masyarakat Informasi

Akhir 2003 menjadi pertemuan puncak World Summit Information Society (WSIS) terkait kesepakatan dunia guna membangun masyarakat informasi. Pembentukan kesepakatan ini menunjukkan pentingnya Teknologi Komunikasi dan Informasi (TKI) dan mendorong dibentuknya masyarakat informasi yang inklusif, terpusat, terpadu, dan semuanya didasari oleh prinsip PBB dengan mengedepankan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Adanya hak asasi tersebut memiliki tujuan utama untuk memberikan kebebasan akses dalam menggunakan maupun mengelola berbagai informasi dan pengetahuan (Moedjiono, dkk., 2015: 17).

Masyarakat informasi sendiri merupakan suatu masyarakat yang didalamnya menggunakan informasi sebagai hal utama dan mendasar, didukung oleh kemajuan teknologi dan internet. Hal ini dikarenakan masyarakat informasi hidup dan menghasilkan informasi, yakni dilakukannya proses produksi, konsumsi, distribusi, serta manipulasi informasi. Semua didukung oleh Trukle (Holmes, D., 2005: 54) yang menyatakan bahwa masyarakat informasi berinteraksi melalui layar komputer guna menciptakan komunikasi virtual menghilangkan batasan ruang dan waktu. Selain itu, masyarakat informasi memiliki pemikiran yang sistematik, dimana menggunakan masa lalu untuk menginterpretasikan masa kini dengan melakukan perbaikan melalui media sehingga mengadaptasi konsep McLuhan “medium is the message” (Webster, F., 2014: 114). Webser turut membagikan karakteristik dari masyarakat informasi, yakni technological, economic, occupational, spatial, dan cultural (Irwansyah, & Habibah, A., 2021: 355).

Implementasi Deklarasi Geneva (Komitmen WSIS) di Indonesia

Indonesia dalam menyikapi hasil yang telah disepakati melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Summit Information Society (WSIS) berupaya untuk memberdayakan potensi dan peluang yang tersedia dalam berbagai sektor telekomunikasi baik dalam tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional dan mengutamakan kerjasama kemitraan antar pemangku kepentingan atau multistakeholder. Teknologi informasi yang berkembang demikian pesat tentu akan menjadi sarana penting dan pilar utama dalam proses transformasi Indonesia menjadi negara yang maju. Terlebih lagi, berdasarkan pemaparan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Samuel Abrijani menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia pada 2017 telah mencapai 52 persen yang telah menjadikan Indonesia sebagai pengguna internet terbesar ke-5 di dunia (Kemenkominfo, 2017). Untuk itu, perlu adanya peningkatan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi agar fasilitas internet dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia.

Indonesia telah melakukan berbagai tindakan dalam mendukung WSIS sebagai upaya pembangunan berkelanjutan dan ekonomi digital. Beberapa program yang telah dilakukan diantaranya seperti Proyek Palapa Ring, Gerakan Nasional 1000 Startup, UMKM Go Online, Nelayan dan Petani Go Online yang bertujuan untuk mendukung perkembangan ekonomi digital Indonesia. Disamping itu, Indonesia mempunyai program pembangunan serat optik Palapa Ring di daerah 3T (terdalam, terluar dan terdepan) yang diharapkan dapat menghubungkan 540 kabupaten/kota pada 2020. Dengan adanya berbagai program tersebut, Indonesia berfokus pada visi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mendukung penggunaan sarana teknologi informasi bagi masyarakat di daerah terpencil.

STUDI KASUS

Internet Sehat dan Aman

World Summit Information Society (WSIS) merupakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahunan terbesar yang berada dalam naungan International Telecommunication Union (ITU) dengan membahas isu, trend, evolusi, dan tantangan era digital. Hadirnya WSIS ini, menimbulkan setiap negara yang tergabung di dalamnya untuk berupaya dalam meningkatkan inovasi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Dalam mengapresiasi hal tersebut, WSIS memberikan penghargaan bagi proyek maupun program TIK di seluruh dunia yang dinilai dapat berpengaruh signifikan atas keberhasilan dalam meningkatkan TIK dan pembangunan berkelanjutan.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai potensi dalam bidang digital berupaya untuk mengeksplorasi sebuah inovasi demi mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi. Pada WSIS FORUM 2017, Indonesia berusaha untuk representasikan langkah transformasi digital dengan adanya program “Internet Sehat dan Aman”. Program ini merupakan diinisiasi oleh ICT Watch. ICT Watch merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam mendukung kebebasan berekspresi dan mengedukasi tantangan yang muncul dalam dunia digital (Zaenudin, 2017).

Dengan adanya program internet sehat diharapkan dapat mengedukasi pengguna internet agar dapat terhindar dari sisi negatif, seperti pornografi, pelecehan seksual, permainan judi, dan lain sebagainya. Hal yang mendasari terciptanya program internet sehat dan aman adalah banyaknya pengguna internet di Indonesia sehingga dengan hadirnya program tersebut diharapkan mampu memberikan nilai lebih bagi perkembangan TIK yang dapat memajukan hidup masyarakat. Disamping itu, Internet dalam penggunaannya seperti pedang bermata dua yang apabila tidak diawasi dan diberikan edukasi terhadap para penggunanya maka akan menyebabkan timbulnya berbagai masalah negatif dalam dunia digital

Dalam gelaran WSIS Prize 2017, melalui program internet sehat dan aman Indonesia berhasil meraih penghargaan dalam kategori Ethical Dimensions of the Information Society. Kategori tersebut menuntut tiga tujuan, seperti misalnya dalam memastikan kualitas pendidikan yang merata dan memberikan kesempatan belajar setara, mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaannya, dan mempromosikan masyarakat yang adil, damai, dan inklusif (Zaenudin, 2017). Dalam hal ini, program internet sehat dinyatakan memenuhi tiga tujuan tersebut. Dengan demikian, program yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional tersebut patut untuk diapresiasi dan perlu untuk disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan untuk meminimalisir dampak negatif dalam penggunaan internet.

Daftar Pustaka:

Anggi. (2017). Indonesia pamer aksi transformasi digital di WSIS Forum 2017. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Holmes, D. (2015). Communication theories: Media, technology, and society. London, UK: Sage.

Irwansyah, & Habibah, A. (2021). Era Masyarakat Informasi sebagai Dampak Media Baru. Jurnal Teknologi dan Informasi Bisnis, 3(02), 350-363. Diakses dari http://jurnal.unidha.ac.id/index.php/jteksis/article/view/255/170

Moedjiono, dkk. (2015). Dokumen hasil sidang: Konferensi tingkat tinggi dunia mengenai masyarakat informasi. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.

iswanto, S. (2012). Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Masyarakat Desa Pantai. Jurnal Studi Komunikasi dan Media, 16(2), 81-110.

Webster, F. (2014). Theories of the information society. London: Routledge.

Zaenudin, A. (2017). Apresiasi PBB Atas Program Internet Sehat Indonesia. Diakses pada 16 Mei 2022, dari https://tirto.id/apresiasi-pbb-atas-program-internet-sehat-indonesiacrfs

"Pengetahuan menciptakan kebisingan. Pemahaman menciptakan keheningan. Kebijaksanaan menciptakan kedamaian." - Sven Schnieders

0 Comments:

Post a Comment

"Ikan Hiu Sudah Jatuh Ketimpa Batu Bata

Makasih Sudah Mengunjungi Website Kita"

Contact Us

Phone :

089512325200

Address :

Jl. Babarsari No.44, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Kab Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta

Email :

Ariel.rph@gmail.com