Welcome!

RKK Regulasi Kebijakan Komunikasi

View Post Home

About Us

Bermanfaat
Kredibel
Kritis
Who Are We

Kelompok 09

Regulasi Kebijakan Komunikasi

Halo selamat datang dalam blog Jo El Vansya. Perkenalkan kami dari kelompok 09 yang beranggotakan Fremetius Jonathan (200907343), Ariel Rizky (200907182), Ivana Amelia (200907184), dan Natasya Dewi (200907185).

Kami akan berupaya seoptimal mungkin dalam memberikan informasi dan kajian terkait dengan regulasi maupun kebijakan. Dengan demikian, kami berharap agar tulisan yang dibagikan melalui blog ini dapat menjadi sarana pembuka diskusi dan bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih

Services

Kredibel

Kami berupaya menjaga kualitas tulisan dalam blog ini dengan berbagai sumber dan literatur yang kredibel atau dapat dipercaya

Kritis

Kami berusaha untuk melakukan riset kritis yang berhubungan dengan studi regulasi dan kebijakan komunikasi dengan komprehensif

Desain Menarik

Kami berusaha untuk memberikan tampilan menarik pada blog demi menjaga kenyamanan pembaca dalam membaca tulisan

Bermanfaat

Semua tulisan yang kami bagikan melalui blog ini bertujuan untuk memberikan wawasan serta informasi kepada para pembaca dengan selengkap-lengkapnya

Our Blog

KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI BIDANG KOMUNIKASI: KONVERGENSI


Konvergensi dan Telematika

Konvergensi telematika merupakan penggabungan dari pembauran teknologi penyiaran dan layanan telekomunikasi. Dalam penggabungan ini memberikan kesatuan yang mendukung hadirnya keuntungan bagi suatu layanan. Konvergensi telematika sudah masif beredar di kehidupan masyarakat, dimana adanya penggabungan dari dua atau lebih media, konten, dan sebagainya yang dikemas sedemikian rupa. Melihat kondisi tersebut, sebagai contoh adanya video streaming, mendengarkan musik, menonton film, dan sebagainya. Hal ini didukung dengan kenaikan angka kepemilikan komputer di Indonesia, melalui adanya kenaikan tersebut mendukung perluasan akses internet dan penggunaan media sosial.

Konvergensi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvergensi diartikan sebagai keadaan yang menuju satu titik pertemuan, pusat. Konvergensi dapat terjadi pada bidang komunikasi yaitu bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan jaringan internet. Ada beberapa aspek konvergensi:

Aspek Teknologi

Konvergensi terjadi pada beberapa bidang komunikasi seperti pada dampak bidang penyiaran Indonesia yang sudah siap untuk menjadi lebih interaktif. Kemudian pada bidang informasi terlihat adanya perkembangan teknologi 5G. Ada dua faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor regulasi dan faktor lainnya (bisnis dan pasar).

Aspek Filosofis Perundang-undangan

Di bidang telekomunikasi, konten tidak diatur karena terdapat peraturan perundangan yang mengatur yakni Undang-Undang No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Di bidang penyiaran, peraturan perundangan yang mengatur yakni Undang-Undang No. 32/2002. Pada bidang teknologi informasi, yang sudah terdapat peraturannya adalah Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Telematika

Telematika merupakan singkatan dari telekomunikasi dan informatika, dimana terdapat pertemuan dari beberapa sistem jaringan komunikasi, dimana hal ini berhubungan dengan teknologi dan informasi. Telematika yang mempertemukan jaringan internet memberikan kemudahan dalam sistem komunikasi dengan penyebaran informasi secara masif dalam bentuk audio, visual, maupun audio-visual. Pertemuan dan penggabungan yang ada membuat hadirnya konvergensi teknologi, sehingga mendatangkan berbagai perubahan dengan entitas baru ataupun sama.

Dimensi Konvergensi dan Telematika

Menurut Danrivanto Budhijanto (Djulaeka & Jusmadi, 2013), ada beberapa dimensi yang menjadi penyebab adanya konvergensi telematika. Dimensi tersebut yaitu:

Dimensi pertama yaitu digitalisasi sebagai proses transisi teknologi analog menjadi teknologi digital dan susunan informasi yang awalnya analog menjadi biner.

Dimensi kedua yaitu interaktivitas sebagai pembeda dalam konvergensi teknologi dalam suatu layanan baik itu telekomunikasi atau penyiaran.

Dimensi yang terakhir yaitu kewenangan pengaturan telekomunikasi dan penyiaran dibawah kekuasaan pengatur yang terpisah dan menganut pemisahan regulator untuk telekomunikasi serta penyiaran.

Kebijakan Hukum Konvergensi dan Telematika

Indonesia mempunyai 3 aturan yang berkaitan dengan isu konvergensi telematika, yaitu:

UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang berbunyi "Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum."

UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang berbunyi "(1) Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. (2) Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Studi Kasus

Keluarnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja pada tanggal 2 November 2020 merupakan rencana dari pemerintah untuk menggabungkan teknologi penyiaran dan teknologi digital. Dahulu, masyarakat menggunakan sistem analog yang bila dihubungkan dengan kondisi zaman ini, sudah terlampaui ketinggalan. Banyak negara maju yang sudah merencanakan sistem ini dari akhir tahun 2012, dan di Indonesia, hal ini baru-baru saja akan dilakukan dan tinggal menunggu waktunya.

Perencanaan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2004 oleh pemerintah. Namun, hal ini tidak berjalan baik karena kandasnya payung hukum yang akan melandasi sistem tersebut. Alhasil, baru pada tahun 2020 pemerintah akan mulai melakukan gebrakan untuk melakukan rencana ini.

Secara praktis, siaran digital dapat memberikan efisiensi dan optimalisasi yang nyata dalam penyiaran, diantaranya kanal siaran yang jumlahnya lebih banyak, infrastruktur penyiaran yang masing-masing cukup menggunakan satu alat untuk banyak siaran akan memberikan kesempatan bagi kanal-kanal yang belum sukses untuk lebih sukses lagi dalam memperoleh penonton.

Daftar Pustaka

Yulianto, T. 2020. Digitalisasi Penyiaran di Indonesia: Urgensi dan Manfaatnya. Diakses pada tanggal 13 Mei 2022 pada https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/digitalisasi-penyiaran-di-indonesia-urgensi-dan-manfaatnya


KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI BIDANG TELEKOMUNIKASI DAN DIGITALISASI PENYIARAN







Telekomunikasi

Telekomunikasi merupakan kegiatan transmisi informasi berbentuk tanda, suara, dan lainnya yang menggunakan sistem elektromagnetik. Telekomunikasi hadir membantu dalam penyampaian informasi tanpa batasan waktu dan ruang. Dalam penyampaian informasi terdapat beberapa teknik, yakni: komunikasi satu arah, komunikasi dua arah, dan komunikasi semi dua arah. Pada prakteknya diatur dalam badan regulasi telekomunikasi, dimana didalamnya menjamin terkait transparansi serta keadilan dalam pengendalian informasi.

Regulasi Telekomunikasi dan Penyiaran

Setiap proses transmisi informasi diatur dalam UU No. 3 Tahun 1989 tentang telekomunikasi. Seiring dengan berjalannya waktu terdapat pergantian regulasi dengan UU No. 36 Tahun 1999. Dengan adanya berbagai perubahan dan regulasi yang ada membuat beberapa sektor telekomunikasi dikuasai oleh pihak asing melalui kepemilikan sahamnya. 

Hadirnya UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 dipandang sebagai suatu hal yang memancing kontroversi terkait penyiaran. Melalui penyiaran menjadikan salah satu bukti terkait hak publik terkait tata kelola media, dimana terdapat tiga aspek yakni adanya kehadiran lembaga regulator independen KPI, sistem penyiaran lokal, dan lembaga publik yang profesional. Beberapa aspek tersebut mempengaruhi UU Penyiaran dan UU Citra Kerja dikarenakan adanya keseimbangan posisi antara KPI dan Pemerintah. Dalam menjalankan penyiaran yang baik, dimana setiap pelaku penyiaran yang mengajukan izin perpanjangan hanya perlu memberikan pernyataan sanggup mengikuti ketentuan P3SPS.

Digitalisasi Penyiaran

Digitalisasi penyiaran merupakan tahapan kompresi informasi dari analog ke digital. Kompresi yang dilakukan dikemas dalam satu format yang nantinya digunakan untuk mengatur, menerima, menyimpang, atau mendistribusikan informasi dalam satu perangkat. Sistem penyiaran yang ada melalui proses multiplexing dengan penggabungan beberapa sinyal, setiap pengemasan konten digital dipantau melalui aspek kualitas sesuai Standard Definition. Adanya UU Cipta Kerja, memberikan dampak bagi penyiaran Indonesia yang terlihat dari adanya gerakan ASO (Analog Switch-Off) melalui kerjasama digitalisasi dengan memastikan kesiapan masyarakat maupun industri penyiaran.

Digitalisasi Penyiaran di Indonesia

Perjalanan digitalisasi di Indonesia telah dilaksanakan dari tahun 2007. Pada Maret 2007 melalui Peraturan Menteri KOmunikasi dan Informatika No 7 Tahun 2007 mulai ditetapkannya DVB-T. DVB-T mulai melakukan Soft Launching TV di Studio TVRI yang dihadiri oleh Presiden SBY. Disamping itu, Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia telah mengajukan uji materiil terhadap Peraturan Menteri Kominfo No 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Free to Air kepada MA di tahun 2012. Pemerintah juga berusaha untuk memperbaiki teknologi DVB-T generasi ke 2. Pada tahun 2016 LPP TVRI ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan uji coba siaran digital di beberapa kota dan pada tahun 2020 TVRI sudah tersebar di 120 daerah.

Studi kasus

Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mengemukakan bahwa terdapat 22 provinsi yang menyelenggarakan multipleksing. Multiplexing merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan untuk melebarkan kanal frekuensi dalam saluran televisi. ATVSI menjelaskan bahwa mereka akan mendukung proses penyelenggaraan ASO sesuai UU Cipta Kerja. Namun, dalam pelaksanaan ASO harus mendapatkan jaminan dari LPS eksisting. Penerapan teknologi televisi digital tentu akan membawa perubahan progresif secara signifikan bagi dunia penyiaran televisi. 

Pertama, dalam hal teknis adanya teknologi penyiaran digital akan memudahkan dalam penataan spektrum frekuensi dan dapat meningkatkan kapasitas jaringan transmisi saluran televisi tambahan. Kedua, dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari kinerja pengelolaan infrastruktur penyiaran.[1] Disamping itu, teknologi digital akan memberikan banyak keuntungan lainnya seperti dunia penyiaran televisi akan menjadi lebih adaptif dan inovatif.

Namun, dalam proses peralihan televisi analog ke digital di Indonesia nyatanya tidak berjalan sesuai yang ditargetkan. Hal ini dipengaruhi oleh ketidakpastian payung hukum terhadap penyelenggaraan penyiaran televisi digital. Mengingat UU NO 32 Tahun 2002 yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan sistem penyiaran nasional tidak mampu mengakomodir teknologi digital dalam bidang penyiaran.  

Akibatnya Indonesia mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan negara lainnya dalam bidang penyiaran. Untuk itu, dalam mendukung perkembangan teknologi penyiaran digital pemerintah telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengeluarkan Peraturan Nomor: 07/P/M KOMINFO/3/2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi tidak Bergerak di Indonesia. 

Peraturan kementerian tersebut telah mengarahkan dan memandu perkembangan penyiaran televisi digital pada masa selanjutnya. Hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 telah mendorong untuk terlaksananya Analog Switch Off dan telah menjadi regulasi konvergensi dari adanya Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dianggap belum mampu untuk menjadi payung hukum dalam penyelenggaraan media penyiaran digital di Indonesia.

Daftar Pustaka

(n.d.). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK. Retrieved June 9, 2022, from https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2012/11/uu-no-36-tahun-1999-tentang-telek omuniksi.pdf

Budiman, A. (2015). Kesiapan Lembaga Penyiaran Melaksanakan Digitalisasi Penyiaran. Jakarta: Balai Pustaka.

Budiman, A. (2015). Model Pengelolaan Digitalisasi Penyiaran di Indonesia. Politica, 6(2), 107-122.

KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI BIDANG MEDIA BARU II: ITE


Pengertian UU ITE

Teknologi membantu masyarakat dalam mengelola dan menyimpan informasi. Namun dengan masifnya perkembangan tersebut menimbulkan adanya kejahatan berbasis internet atau cyber crime. Menilai hal tersebut, maka terdapat pembentukan aspek hukum guna mengatasinya, yakni cyber law. Pada hal ini berfokus pada kasus kejahatan seperti hate speech, trademark, copyright, dan lainnya yang berbasis teknologi. Regulasi ini memiliki dua cakupan, yakni penanganan tindak pidana dan pencegahan tindak pidana. Penegakan hukum dikemas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang UU ITE. Informasi elektronik sendiri merupakan kumpulan data berupa gambar, tulisan, suaram dan lainnya dalam teknologi elektronik. Sedangkan transaksi elektronik merupakan tindakan yang dilakukan atau dioperasikan dalam jaringan komputer dan internet.

Urgensi Revisi UU ITE

Hadirnya Cyber Crime dalam dunia maya menjadi pelanggaran yang dapat merugikan setiap pengguna internet. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan penggunaan internet maka hukum-hukum tradisional dirasa kurang mampu dalam mengantisipasi pelanggaran yang terjadi di dunia maya. Berbagai kejahatan siber yang terdapat di dunia maya merupakan hal yang kompleks, oleh karena itu UU ITE harus mengalami pembaharuan agar pemidanaan menjadi jelas dan jalan keluar sebuah permasalahan. UU ITE perlu diluruskan arahnya agar dapat mengatur tindakan kriminal yang nyata atau jelas berkaitan dengan cyber space.

Konsep Keadilan Restoratif untuk Menangani Kasus ITE

Peradilan pidana dibagi menjadi 3 bentuk menurut Albert Eglash yaitu, retributif, distributif, dan restoratif. Keadilan restoratif memiliki fokus pada restitusi dengan melibatkan korban dan juga pelaku. Keadilan restoratif ini mempunyai tujuan untuk mengamankan reparasi korban dan rehabilitasi pelaku. Konsep dari keadilan restoratif yaitu:

Kepentingan korban yang menjadi utama.

Upaya pemulihan dengan mengutamakan partisipasi pihak bersangkutan.

Mementingkan kondisi sosial dan keamanan.

Pertemuan korban dan pelaku diupayakan agar tercipta dialog penyelesaian.

Dari keadilan restoratif, kemudian muncul victim-offender mediation programmes. Tujuan dari victim-offender mediation programmes yaitu:

Mendukung proses pemulihan korban.

Mendukung pelaku bertanggung jawab secara langsung.

Memuaskan kedua belah pihak.

Mengimbangi siapa yang paling berdampak dari kasus.

Menyetujui jalan keluar bersama.

 


KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI BIDANG MEDIA BARU I: PERLINDUNGAN DATA PRIBADI


Data pribadi

Data pribadi diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi. Perlindungan yang dikukuhkan oleh pemerintah mencanangkan beberapa hal dalam data pribadi yakni keseluruhan yang berkaitan dengan entitas pribadi. Sedangkan dalam RUU PDP juga memaparkan adanya dua sifat data pribadi, yakni umum dan spesifik. Pada data yang bersifat umum meliputi nama, jenis kelamin, kewarganegaraan, dan lainnya. Lalu, pada data bersifat spesifik meliputi informasi kesehatan, data genetik, keuangan, dan lainnya.

Privasi dan perlindungan data pribadi

Perlindungan Data Pribadi (PDP) berkaitan dengan privasi milik seseorang. Dengan adanya privasi tersebut menjadi hal penting dalam perlindungan karena berkaitan dengan hak yang dimiliki tanpa paksaan dari pihak manapun. Hak tersebut memberikan keleluasaan bagi para individu untuk mengelola, menjaga, dan berkuasa penuh atas penentuan nasibnya. Dalam konteks privasi juga memberikan hak bagi setiap individu memiliki hak untuk menentukan terkait pembukaan atau bertukar data pribadi kepada orang lain. Perlindungan data pribadi diposisikan menjadi hal yang perlu untuk dipenuhi sebagai hak. Data pribadi juga diatur dalam Pasal 28G UUD NRI Tahun 1945 mengenai perlindungan atas diri sendiri dan berhak untuk mendapatkan perlindungan serta pilihan atas hidupnya.

Peraturan Privasi dan perlindungan data pribadi

Peraturan-peraturan yang mengatur tentang privasi dan perlindungan data pribadi di Indonesia (BPHN Kemenkumham RI, 2016, h. 97-124):

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan)

UU perbankan tersebut telah difokuskan pada pada perlindungan privasi atas data pribadi nasabah yang menyimpan atau menggunakan produk bank sehingga mengharuskan memberi data pribadinya. Dengan demikian, privasi nasabah dapat dilindungi dengan diaturnya rahasia bank.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pasal 22 Undang-undang Telekomunikasi melarang dilakukannya akses ke jaringan dan/atau jasa telekomunikasi atau telekomunikasi khusus tanpa hak, tidak sah, atau dengan manipulasi. Pasal 42 ayat (1) UU Telekomunikasi juga telah menjelaskan bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi merahasiakan informasi yang dikirim dan/atau jasa diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan dan/atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang Undang Perlindungan Konsumen)

Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen mempunyai asas pada keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum seperti perlindungan data konsumen.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)

PP PSTE ada beberapa pasal yang mengatur perlindungan privasi kerahasiaan data pribadi. Pasal 9 ayat (1) yang menjamin kerahasiaan kode sumber perangkat lunak yang digunakan. Pasal 12 ayat (1) menjamin tingkat layanan dan keamanan informasi terhadap jasa layanan teknologi informasi yang digunakan serta sarana informasi yang diselenggarakan

Materi dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi

Sampai saat ini negara Indonesia belum mempunyai Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perlindungan data pribadi. Pemerintah Indonesia masih dalam proses merancang Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Rancangan Undang-Undang ini mengadopsi prinsip dari perlindungan data pribadi internasional. Dalam Rancangan Undang-Undang yang sudah dibentuk, terdiri dari 15 bab dan 72 pasal. RUU Perlindungan Data Pribadi sudah jelas terperinci mengatur ruang lingkup dan materi muatan RUU PDP, antara lain:

Ketentuan Umum


1. Jenis Data Pribadi

2. Hak Pemilik Data Pribadi

3. Pemrosesan Data Pribadi

4. Kewajiban Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi dalam Pemrosesan Data Pribadi

5.Transfer Data Pribadi

6. Sanksi Administratif

7. Larangan dalam Penggunaan Data Pribadi

8. Pembentukan Pedoman Perilaku Pengendali Data Pribadi

9. Penyelesaian Sengketa dan Hukum Acara

10. Kerjasama Internasional

11. Peran Pemerintah dan Masyarakat

12. Ketentuan Pidana

Daftar Pustaka

BPHN Kemenkumham RI. (2016). Naskah akademik rancangan undang-undang tentang perlindungan data pribadi (penyelarasan). Diakses dari https://www.bphn.go.id/dpage/reports/res_nasmispenye 

"Ikan Hiu Sudah Jatuh Ketimpa Batu Bata

Makasih Sudah Mengunjungi Website Kita"

Contact Us

Phone :

089512325200

Address :

Jl. Babarsari No.44, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Kab Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta

Email :

Ariel.rph@gmail.com